Masyarakat Indonesia tengah dihebohkan dengan pengesahan revisi RUU KPK yang dicap "melemahkan" KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi di Indonesia. Namun, sebenarnya siapa saja lembaga negara yang memang bertugas untuk merubah atau menambah perundang-undangan di Indonesia? Bagaimana alur RUU menjadi UU yang kemudian bisa disahkan dan berlaku di Indonesia? Simak jawabannya dalam artikel yang ditulis Kami Sosial Indonesia berikut ini.
Landasan Hukum Pembuatan Undang-Undang
Sebelum menjadi Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, UU harus melalui proses panjang terlebih dahulu. Draft mengenai UU yang akan disahkan disebut sebagai RUU atau Rancangan Undang-Undang. Menurut UUD 1945 Pasal 20 ayat (1), lembaga negara yang berhak untuk menambah dan mengesahkan UU adalah DPR. DPR kemudian bersama Presiden wajib bersepakat untuk membahas RUU.
Untuk dasar hukum proses pembuatan UU ada pada UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada pasal 16 s.d Pasal 23, Pasal 43, Pasal 51 dan Pasal 65 s.d Pasal 74. Sedangkan UU No. 27 tahun 2009 tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur pembuatan UU pada pasal 142 s.d 163.
Asal RUU
Berdasarkan kedua UU tersebut, RUU dapat berasal dari DPR dan juga Presiden. Apabila masyarakat ingin mengusulkan UU tertentu, maka masyarakat perlu melalui kajian yang cukup panjang. Sebuah RUU yang ingin diajukan perlu dilengkapi dengan naskah akademik. Naskah akademik wajib disertakan kecuali untuk RUU APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), RUU penetapan Peraturan Perintah Pengganti Undang-undang (Perpu) menjadi UU, dan RUU pencabutan UU atau Perpu.
Masyarakat perlu menyiapkan kajian-kajian RUU bersama kalangan akademik. Biasanya akan terjalin FGD (focus group discussion) antar kelompok masyarakat dengan kalangan akademik untuk membahas suatu RUU. Apabila naskah akademik telah siap, maka selanjutnya RUU akan diserahkan ke DPR.
Alur RUU yang Diterima DPR
DPR kemudian akan memilih apakah RUU tersebut disetujui atau tidak. Jika disetujui, maka RUU akan masuk ke 2 tahap pembahasan melalui rapat paripurna. Internal DPR akan bermusyawarah dan melakukan voting untuk mengesahkan RUU tersebut. Bila RUU mendapatkan persetujuan DPR dan wakil pemerintah lainnya, maka RUU akan diserahkan ke Presiden untuk ditandatangani dan ditambah kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia.
Landasan Hukum Pembuatan Undang-Undang
Sebelum menjadi Undang-Undang yang berlaku di Indonesia, UU harus melalui proses panjang terlebih dahulu. Draft mengenai UU yang akan disahkan disebut sebagai RUU atau Rancangan Undang-Undang. Menurut UUD 1945 Pasal 20 ayat (1), lembaga negara yang berhak untuk menambah dan mengesahkan UU adalah DPR. DPR kemudian bersama Presiden wajib bersepakat untuk membahas RUU.
Untuk dasar hukum proses pembuatan UU ada pada UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada pasal 16 s.d Pasal 23, Pasal 43, Pasal 51 dan Pasal 65 s.d Pasal 74. Sedangkan UU No. 27 tahun 2009 tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur pembuatan UU pada pasal 142 s.d 163.
Asal RUU
Berdasarkan kedua UU tersebut, RUU dapat berasal dari DPR dan juga Presiden. Apabila masyarakat ingin mengusulkan UU tertentu, maka masyarakat perlu melalui kajian yang cukup panjang. Sebuah RUU yang ingin diajukan perlu dilengkapi dengan naskah akademik. Naskah akademik wajib disertakan kecuali untuk RUU APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), RUU penetapan Peraturan Perintah Pengganti Undang-undang (Perpu) menjadi UU, dan RUU pencabutan UU atau Perpu.
Masyarakat perlu menyiapkan kajian-kajian RUU bersama kalangan akademik. Biasanya akan terjalin FGD (focus group discussion) antar kelompok masyarakat dengan kalangan akademik untuk membahas suatu RUU. Apabila naskah akademik telah siap, maka selanjutnya RUU akan diserahkan ke DPR.
Alur RUU yang Diterima DPR
DPR kemudian akan memilih apakah RUU tersebut disetujui atau tidak. Jika disetujui, maka RUU akan masuk ke 2 tahap pembahasan melalui rapat paripurna. Internal DPR akan bermusyawarah dan melakukan voting untuk mengesahkan RUU tersebut. Bila RUU mendapatkan persetujuan DPR dan wakil pemerintah lainnya, maka RUU akan diserahkan ke Presiden untuk ditandatangani dan ditambah kalimat pengesahan serta diundangkan dalam lembaga Negara Republik Indonesia.
Presiden wajib menandatangani RUU dalam waktu 30 hari. Apabila dalam 30 hari RUU telah ditandatangani presiden, maka RUU tersebut telah sah menjadi UU dan berlaku di Indonesia. Namun, proses ini tidak bisa terjadi begitu saja dalam waktu 1 tahun. Suatu RUU yang sudah diterima DPR perlu waktu bertahun-tahun hingga akhirnya disahkan. Hal ini menyangkut banyaknya RUU yang harus disahkan, dan juga tugas DPR lainnya yang tidak hanya mengurus RUU baru.
Komentar
Posting Komentar